Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Senin, 23 Juli 2012

BUDI DAYA TANAMAN KELAPA SAWIT

BUDI DAYA TANAMAN KELAPA SAWIT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang meny¬atakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi. Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu mencip¬takan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit.
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar maupun dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetis, dan faktor teknis-agronomis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk mencapai produksi kelapa sawit yang maksimal, diharapkan ketiga faktor tersebut selalu dalam keadaan optimal.
Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang utara-selatan 12 derajat pada ketinggian 0-500 m dpl. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara, dan angin.
Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Namun, yang terpenting adalah tidak terjadi defisit air sebesar 250 mm. Bila tanah dalam keadaan kering, akar tanaman sulit menyerap mineral dari dalam tanah. Oleh sebab itu, musim kemarau yang berkepanjangan akan menurunkan produksi.
Selain curah hujan dan sinar matahari yang cukup, tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimal sekitar 24-280C untuk tumbuh dengan baik. Meskipun demikian, tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 180C dan tertinggi 320C. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah suatu tempat, makin tinggi suhunya. Tanaman kelapa sawit yang ditanam lebih dari ketinggian 500 m dpl akan terlambat berbunga satu tahun jika dibandingkan dengan yang ditanam di dataran rendah.
Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran amat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Beberapa daerah seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan sering terjadi penyinaran matahari kurang dari 5 jam pada bulan-bulan tertent. Penyinaran yang kurang dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi dan gangguan penyakit.
Kelembapan udara dan angin adalah faktor yang penting untuk menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80%. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang kering menyebabkan penguapan lebih besar, mengurangi kelembapan, dan dalam waktu lama mengakibatkan tanaman layu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembapan adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi.
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol. Namun, kemampuan produksi kelapa sawit pada masing-masing jenis tanah tersebut tidak sama. Ada dua sifat utama tanah sebagai media tumbuh, yaitu sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah, dan kedalaman permukaan air tanah. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Tekstur tanah ringan dengan kandungan pasir 20-60%, debu 10-40%, dan liat 20-50. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal.
Keadaan topografi pada areal perkebunan kelapa sawit berhubungan dengan kemudahan perawatan tanaman dan panen. Topografi yang dianggap cukup baik untuk tanaman kelapa sawit adalah areal dengan kemiringan 0-150. Hal ini akan memudahkan pengangkutan buah dari pohon ke tempat pemungutan hasil atau dari perkebunan ke pabrik pengolahan. Areal dengan kemiringan lereng lebih dari 150 masih memungkinkan ditanami, tetapi perlu dibuat teras. Areal seperti ini akan menyulitkan panen serta pengakutan hasil.
Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi kandungan hara mineralnya. Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Walaupun demikian, tanah yang mengandung unsur hara dalam jumlah besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sedangkan keasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0-6,5, sedangkan pH optimumnya adalah 5-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah dapat dinaikkan dengan pengapuran, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi. Tanah dengan pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut.
Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi, dengan C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1%. Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu untuk Mg 0,4-1,0 me/100 gram, sedangkan K 0,15-1,20 me/100 gram. Namun, faktor pengelolaan budi daya atau teknis agronomis dan sifat genetis induk tanaman kelapa sawit juga sangat menentukan produksi kelapa sawit.
Untuk menjaga kelangsungan hidup tanaman kelapa sawit maka diperlukan perawatan dan pemeliharaannya. Hama dan penyakit adalah salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam pembudidayaan tanaman kelapa sawit. Akibat yang ditimbulkannya sangat besar, seperti penurunan produksi bahkan kematian tanaman. Hama dan penyakit dapat menyerang tanaman kelapa sawit mulai dari pembibitan hingga tanaman menghasilkan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan serangga (insekta) dan sebagian lagi golongan mamalia, sedangkan penyakit yang menyerang kelapa sawit disebabkan oleh mikro organisme jamur, bakteri, dan virus.
Dari keterangan dan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menelitinya lebih lanjut. Karya Tulis ini berjudul: "BUDI DAYA TANAMAN KELAPA SAWIT".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana cara penanaman dan pemeliharaan pada tanaman kelapa sawit ?
2. Bagaimana cara pengendalian hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui cara penanaman dan pemeliharaan pada tanaman kelapa sawit.
b. Untuk mengetahui cara pengendalian hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit.
2. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti kegiatan Lomba Karya Tulis Remaja Tingkat SMA/SMK/MA Se-Provinsi Riau yang diadakan oleh Politeknik Kampar tahun 2009.
b. Hasil karya tulis ini diharapkan dapat menambah ilmu dan pengalaman penulis mengenai budi daya tanaman kepada sawit.
c. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dalam meneliti hal yang sama dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis.

D. Sistematika Penulisan
Rangkaian sistematika penelitian terdiri dari lima bab. Masing-masing bab diperinci lagi menjadi beberapa sub bab yang saling berhubungan antara satu sama lainnya. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II Bab ini merupakan telaah pustaka yang terdiri dari varietas kelapa sawit, dan morfologi tanaman kelapa sawit.
BAB III Pada bab ini akan dibahas mengenai metode penulisan yang digunakan, berisi tentang metode pengumpulan data, metode analisa data, dan metode penulisan.
BAB IV Bab ini merupakan pembahasan yang terdiri dari penanaman dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman kelapa sawit.
BAB V Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran.




BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Varietas Kelapa Sawit
Dikenal banyak jenis varietas kelapa sawit di Indonesia. Varietas-varietas tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. Namun, di antara varietas tersebut terdapat varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan dengan varietas lainnya, diantaranya tahan terhadap hama dan penyakit, produksi tinggi, serta kandungan minyak yang dihasilkan tinggi.
Berikut ini beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
1. Varietas berdasarkan warna kulit buah
Berdasarkan warna kulit buah, beberapa varietas kelapa sawit di antaranya varietas Nigrescens, Virescens, dan Albescens.
Tabel II. 1
Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Warna Kulit Buah
Varietas Warna buah muda Warna buah masak
Nigrescens Ungu kehitam-hitaman Jingga kehitam-hitaman
Virescens Hijau Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau
Abescens Keputih-putihan Kekuning-kuningan dan ujungnya ungu kehitaman

2. Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya Dura, Pisifera, Tenera, Macro carya, dan Diwikka-wakka.



Tabel II. 2
Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung
Dan Daging Buah
Varietas Deskripsi
Dura 1. Tempurung tebal (2-8 mm)
2. Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung
3. Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50% terhadap buah
4. Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah
Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina
Pisifera 1. Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada
2. Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura
3. Daging bji sangat tipis
4. Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan
Tenera 1. Hasil dari persilangan Dura dengan Pisifera
2. Tempurung tipis (0,5-4 mm)
3. Terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung
4. Daging buah sangat tebal (60-96% dari buah)
5. Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil
Macro carya 1. Tempurung tebal sekitar (5 mm)
2. Daging buah sangat tipis

Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak paling tinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu mencapai 22-24%, sedangkan pada varietas Dura hanya 16-18%.




B. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah.
1. Bagian vegetatif
a. Akar
Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing, dan berwarna putih atau kekuningan.
Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di alam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, terti¬er, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara. Di samping itu, tumbuh pula akar nafas yang muncul di atas permukaan atau di dalam air tanah. Penyebaran akar terkonsentrasi pada tanah lapisan atas.
Akar tertier dan kuarter juga banyak ditemukan sampai dengan 1 m di dalam tanah. Bahkan ada yang mampu tumbuh sampai dengan kedalaman 5 m. Namun, sistem perakaran yang paling banyak ditemukan adalah pada kedalaman 0-20 cm, yaitu pada lapisan olah tanah (top soil). Oleh karena itu, jika menemukan sistem perakaran yang dangkal, perlu menjaga ketersediaan unsur hara dan permukaan air tanah yang lebih mendekati permukaan akar tanaman, terutama pada lahan gambut dan lahan kritis.
b. Batang
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm. Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Jika kondisi lingkungan sesuai, pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100 cm/tahun. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15-18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30 m. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan, dan iklim setempat.
c. Daun
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun memben¬tuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan meningkat. Produksi daun tergantung iklim setempat. Umur daun mulai terbentuk sampai tua sekitar 6-7 tahun. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau tua.
2. Bagian generatif
a. bunga
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap rangkaian bunga muncul dari pangkal pelepah daun. Sebelum bunga mekar dan masih diselubungi seludang, dapat dibedakan bunga jantan dengan bunga betina, yaitu dengan melihat bentuknya. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil, sedangkan bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah lebih besar.
b. Buah
Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun, jika dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan. Warna buah tergantung varietas dan umurnya.
Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Untuk tanaman yang semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi 12-14 tandan/tahun. Pada tahun-tahun pertama tanaman berbuah sekitar 3-6 kg, tetapi semakin tua berat tandan bertambah yaitu 25-35 kg/tandan. Banyaknya buah yang terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan, dan teknik budi dayanya. Jumlah buah per tandan pada tanaman yang cukup tua mencapai 1.600 buah. Panjang buah antara 2-5 cm dan berat sekitar 20-30 gram/buah.


BAB III
METODE PENULISAN

A. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan beberapa teknik antara lain sebagai berikut:
1. Library Research
Yaitu dengan cara melakukan telaah pustaka, dengan membaca beberapa buku yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
2. Melalui Website atau Situs
Yaitu penulis mengumpulkan bahan dari berbagai website atau situs yang berhubungan dengan pembahasan karya tulis ini.

B. Metode Analisa Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif yaitu mengumpulkan data yang telah ada kemudian data itu dikelompokan ke dalam kategori-kategori berdasarkan perumusan masalah, jenis data tersebut dengan tujuan dapat menggambarkan permasalahan yang diteliti kemudian dianalisa dengan menggunakan pendapat atau teori para ahli yang relevan.

C. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Metode deduktif yaitu penulis menggunakan kaedah-kaedah atau pendapat yang bersifat umum dan diambil kesimpulan secara khusus.
2. Metode induktif adalah suatu uraian penulis yang diawali dengan menggunakan kaedah-kaedah khusus, kemudian dianalisa dan diambil kesimpulan secara umum.
3. Metode deskriptif adalah uraian penulisan yang menggambarkan secara utuh dan apa adanya tanpa menguraikan atau menambah-nambahnya.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit
1. Penanaman Tanaman Kelapa Sawit
Pada umumnya tanaman kelapa sawit berasal dari bibit yang dikembangbiakkan dengan cara generatif, yaitu dengan biji. Cara penggadaan bibit seperti ini memiliki kendala yaitu bahan bibit yang akan diperoleh terbatas dan bervariasi. Namun, sejalan dengan perkembangan teknologi, pengadaan bibit kelapa sawit sudah dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi kultur jaringan. Cara ini dianggap lebih praktis dan mampu mengatasi beberapa kendala pengembangbiakan yang berasal dari biji.
a. Jenis-Jenis Bibit Kelapa Sawit
Bibit kelapa sawit dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu benih dan bibit liar, bibit unggul, serta bibit kultur jaringan.
1. Benih dan bibit liar
Beberapa ciri fisik yang dapat digunakan untuk mengetahui benih atau bibit kelapa sawit liar adalah sebagai berikut.
a). Ciri-ciri fisik biji atau kecambah liar
1). Tempurung bijinya tipis.
2). Banyak mengandung serabut, permukaannya kasar dan kotor karena pengupasnnya tidak dilakukan dengan benar.
3). Panjang radicula (calon akar) dan plumula (calon batang) tidak seragam.
4). Persentase kematian dari biji/kecambah cukup besar karena sebelumnya biji tidak direndam dalam fungisida.
b). Ciri-ciri fisik bibit liar
1). Pertumbuhan bibit tidak seragam.
2). Persentase pertumbuhan bibit yang abnormal cukup tinggi.
3). Bibit terlihat kurus karena endosperm yang berisi cadangan makanan berukuran kecil.
4). Lebih mudah terserang hama penyakit.
c). Ciri-ciri fisik tanaman yang berasal dari bibit liar
1). Banyak dijumpai tanaman yang tumbuh abnormal.
2). Pertumbuhannya tidak seragam baik tinggi, besar batang, maupun lebar tajuk.
3). Produksi per tanaman sangat bervariasi, yaitu sekitar 25% tidak berbuah, 50% berbuah dengan rendemen minyak rendah, dan 25% kemungkinan berbuah baik.
2. Benih unggul
Beberapa ciri yang dapat digunakan untuk menandai kecambah yang dikategorikan baik dan layak untuk ditanam antara lain sebagai berikut.
a). Warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan plumula keputih-putihan.
b). Ukuran radikula lebih panjang dari pada plumula.
c). Pertumbuhan radikula dan plumula lurus dan berlawanan arah.
d). Panjang maksimum radikula 5 cm, sedangkan plumula 3 cm.
3. Bibit kultur jaringan
Pada tahun 1974 dihasilkan tanaman kelapa sawit pertama dari metode kultur jaringan di Unilever Research Laboratory of London. Di Indonesia, teknik kultur jaringan tanaman kelapa sawit antara lain dikembangkan oleh PT Socfindo, Pusat Penelitian Marihat, dan Balai Penelitian Perkebunan Medan.
Teknik kultur jaringan (tissue culture) merupakan satu cara untuk mendapatkan klon kelapa sawit dengan perlakuan khusus dari bahan biakan yang berupa jaringan muda. Jaringan muda yang digunakan sebagai bahan perbanyakan (eksplan) tanaman kelapa sawit adalah daun muda (janur) atau ujung akar. Tujuan yang akan dicapai sehubungan dengan penerapan kultur jaringan pada tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut.
a). Satu alternatif untuk meningkatkan produksi minyak dari 5-6 ton/ha/tahun menjadi 7-9 ton/ha/tahun atau 32-40 ton TBS/ha/tahun.
b). Mengatasi kesulitan perbanyakan tanaman kelapa sawit secara konvensional (dengan menggunakan biji).
c). Mengatasi masalah kesulitan perkecambahan, terutama pada jenis-jenis atau varietas yang agak sulit dikecambahkan.
d). Meningkatkan keseragaman tanaman kelapa sawit sehingga akan mengurangi variasi produksi termasuk rendemen minyak.
e). Mempercepat waktu pemanenan.
b. Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit
Bibit tidak dapat langsung ditanam di lapangan karena bibit masih terlalu kecil sehingga mudah terganggu pertumbuhannya oleh hama penyakit. Selain itu, pertumbuhan bibit tidak seragam terutama untuk bibit yang sangat muda. Pembibitan dapat dilakukan di lapangan maupun dengan memakai polybag, seperti gambar di bawah ini.
Gambar IV. 1
Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit Dengan Memakai Polybag


Pembibitan dibagi menjadi dua tahap, yaitu pembibitan pendahuluan atau persemaian dan pembibitan utama. Sebelum pembibitan dimulai, biasanya dilakukan pengecambahan biji. Biji-biji yang telah terseleksi, yaitu biji yang unggul disebarkan di bedengan untuk perkecambahan. Setelah biji disebar, bedengan ditutup dengan atap untuk mencegah turunnya suhu pada malam hari. Biji yang telah berkecambah kemudian dipindahkan untuk pembibitan selanjutnya.
1). Pembibitan Pendahuluan
Pembibitan pendahuluan atau persemaian bertujuan memperoleh bibit yang rata pertumbuhannya sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Tahap awal ialah penyiapan lahan bedengan berukuran 1,6x20 m dengan jarak antar bedengan 80 cm. Media yang digunakan campuran tanah lapisan atas dan pupuk kandang dengan perbanding 2:1. Setelah tercampur kemudian dikeringkan dan disaring, selanjutnya dimasukkan ke dalam polybag dengan penyiraman terlebih dahulu.
Benih yang telah berkecambah ditanam dalam polybag dan dijaga agar akarnya tidak patah. Penyiraman dilakukan rutin, setiap pagi dan sore hari. Pemupukan dapat menggunakan urea, setiap 400 bibit membutuhkan 56 gram urea/18 liter air. Pemupukan dilakukan setiap minggu, setelah dipupuk tanaman disiram lagi dengan air agar daun tidak hangus.
2). Pembibitan Utama
Bibit yang sudah berumur 3 bulan atau bila sudah berdaun 3-4 lembar dapat dipindahkan ke pembibitan utama. Bibit dipilih yang memiliki tinggi seragam dan pertumbuhannya normal. Tujuan utama pembibitan, yaitu agar bibit cukup kuat dan besar sebelum ditanam di lahan, juga agar pertumbuhan semua bibit seragam. Persiapan media tanam menggunakan campuran tanah lapisan atas dengan pupuk kandang. Polybag yang digunakan harus besar, berukuran 40x50 cm dan dapat menampung beban media seberat ± 25 kg. Perawatan selanjutnya tidak berbeda dengan pembibitan awal.
c. Penanaman
Penanaman atau pemindahan bibit ke lahan dilakukan setelah bibit berumur 12-14 bulan karena umur yang tidak tepat dapat menyebabkan kematian. Tinggi bibit yang dianjurkan antara 70-180 cm. Bibit yang tingginya lebih, produksinya juga tidak akan lebih baik. Waktu tanam yang baik pada awal musim hujan. Penanaman pada musim kemarau dapat menyebabkan kematian karena persediaan air terbatas, sedangkan tanaman membutuhkan lebih banyak air.
Jarak tanam dan susunan penanaman menentukan kerapatan tanaman yang memengaruhi tingkat produktivitas tanaman. Jarak tanam optimal 9 m untuk tanah datar dan 8,7 m untuk tanah bergelombang. Sedangkan susunan tanaman yang paling ekonomis adalah bentuk segitiga sama sisi, sehingga tiap hektar dapat memuat 143 pohon.
2. Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit
Perawatan tanaman merupakan salah satu tindakan yang sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman. Perawatan bukan hanya ditujukan terhadap tanaman, tetapi juga media tumbuh (tanah). Walaupun tanaman dirawat dengan baik, tetapi perawatan tanah diabaikan maka tidak akan banyak memberi manfaat. Perawatan tanaman kelapa sawit meliputi penyulaman, penanaman tanaman sela, pemberantasan gulma, pemangkasan, pemupukan, kastrasi, dan penyerbukan buatan.
a. Penyulaman
Penyulaman bertujuan mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhannya kurang baik dengan tanaman yang baru. Kematian atau kurang baiknya pertumbuhan tanaman dapat disebabkan bebarapa hal, yaitu penanaman yang kurang teliti, kekeringan, terendam air, terserang hama dan penyakit. Penanaman dikatakan berhasil jika jumlah tanaman yang disulam maksimum 2-3% dari seluruh bibit yang ditanam. Pada perkebunan besar, jumlah cadangan bibit dapat mencapai 5% dari jumlah bibit yang ditanam.
Saat yang baik untuk melakukan penyulaman adalah musim hujan. Bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah yang berumur 12-14 bulan dan perkembangannya sehat.
b. Penanaman Tanaman Sela
Pada umumnya, tanaman sela untuk kelapa sawit dipilih dari tanaman yang berumur pendek dan pertumbuhannya tidak mengganggu tanaman pokok, bahkan kalau bisa menguntungkan. Kalaupun tidak mendatangkan keuntungan, tanaman sela harus dapat cepat dimatikan agar tidak menimbulkan kerugian. Berbagai jenis tanaman palawija dan sayur-sayuran, seperti jagung, kedelai, ketela pohon, ketela rambat, kacang panjang, dan kecipir dapat digunakan untuk tanaman sela.
c. Pengendalian Gulma
Gulma yang tumbuh di sekitar bibit atau tanaman kelapa sawit perlu diberantas sebab dapat merugikan tanaman pokok, bahkan menurunkan produksi. Gulma menjadikan tanaman pokok berkompetisi dalam memperoleh air, unsur hara, cahaya maupun CO2. Selain itu, gulma dapat berperan sebagai tanaman inang bagi hama dan penyakit.
Pada dasarnya ada 3 cara pemberantasan gulma, yaitu secara mekanis (manual), kimiawi, dan biologis. Pemberantasan secara mekanis adalah pemberantasan dengan menggunakan alat dan tenaga secara langsung. Alat yang digunakan antara lain sabit, cangkul, dan garpu. Pemberantasan mekanis dapat dilakukan dengan cara clean weeding atau penyiangan bersih pada daerah piringan dan selective weeding yaitu penyiangan untuk jenis rumput tertentu, seperti alang-alang, krisan, dan teki. Pemberantasan gulma dengan cara ini dapat dilakukan 5-6 kali pada tahun pertama atau tergantung keadaan perkebunan.
Pemberantasan gulma secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan herbisida. Keuntungan cara kedua ini adalah penggunaan tenage kerja yang relatif sedikit. Namun, cara ini dapat mengganggu organisme lain dan kelestarian alam.
Pemberantasan gulma secara biologi yaitu dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan atau organisme tertentu yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh buruk dari gulma.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif, pemberantasan gulma tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan kombinasi ketiga cara yang telah disebutkan di atas.
d. Pemangkasan
Pemangkasan adalah pembuangan daun-daun tua tanaman kelapa sawit dengan menggunakan alat ehisel (dodos), egrek (arit bergagang bambu panjang), atau kampak petik. Untuk tanaman muda yang belum menghasilkan buah, pemangkasan dilakukan 6 bulan sekali dan untuk tanaman yang pernah berbuah, dilakukan 8 bulan sekali.
Pada tanaman muda sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan, kecuali dengan maksud mengurangi penguapan oleh daun pada saat tanaman akan dipindahkan dari pembibitan ke areal perkebunan. Tujuan pemangkasan adalah sebagai berikut:
1). Memperbaiki sirkulasi udara di sekitar tanaman sehingga dapat membantu proses penyerbukan secara alami.
2). Mengurangi penghalangan pembesaran buah dan kehilangan brondolan buah terjepit pada pelepah daun.
3). Membantu dan memudahkan pada waktu panen.
4). Mengurangi perkembangan epifit.
5). Agar proses metabolisme tanaman berjalan lancar, terutama proses fotosistesis dan respirasi.
e. Pemupukan
Salah satu tindakan perawatan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah terutama agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan. Dengan pemupukan dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

Kekurangan atau defisiensi unsur hara tanaman, dapat diketahui dari gejala-gejala yang tampak pada tanaman. Defisiensi unsur hara yang berlebihan dapat menurunkan produktivitas tanaman bahkan dapat menyebabkan kematian.
Pemberian pupuk pada tanaman harus memperhatikan beberapa hal yang menjadi kunci keefektifan pemberian pupuk, diantaranya daya serap akar tanaman, cara pemberian dan penempatan pupuk, waktu pemberian, serta jenis dan dosis pupuk. Beberapa jenis pupuk yang dapat digunakan antara lain Urea, TSP, KCL, Kieserite, dan Boraks. Dosis untuk setiap tempat berbeda, tergantung tingkat kesuburan tanah.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memupuk tanaman sebagai berikut.
1). Bersihkan terlebih dahulu piringan dari rumput, alang-alang, dan kotoran lain.
2). Pada areal datar semua pupuk ditabur merata mulai 0,5 m dari pohon sampai pinggir piringan.
3). Pada areal yang berteras, pupuk disebar pada piringan kurang lebih 2/3 dari dosis di bagian dalam teras dekat dinding bukit, sisanya (1/3 bagian) diberikan pada bagian luar teras.
Pupuk harus tersedia pada waktu yang ditentukan, sehingga keberadaannya tidak menjadikan suatu hambatan bagi tanaman yang akan dipupuk. Adapun waktu yang terbaik untuk melakukan pemupukan adalah pada saat musim penghujan, yaitu pada saat keadaan tanah berada dalam kondisi yang sangat lembap, tetapi tidak sampai tergenang air. Dengan demikian, pupuk yang ditaburkan di masing-masing tanaman dapat segera larut dalam air, sehingga lebih cepat diserap oleh akar tanaman. Jumlah air tanah yang sangat baik untuk melarutkan pupuk adalah sekitar 75% dari kapasitas lapang. Hal ini dapat dicapai jika sehari sebelumnya telah terjadi hujan sebanyak sekitar 20 mm serta pada bulan-bulan sebelumnya tidak terjadi defisit air. Adakalanya berdasarkan hasil rekomendasi pemupukan yang ada pada masa TBM, pupuk diaplikasikan sebanyak 3 kali dalam setahun, dimana untuk pupuk N, P, K, Mg dan Bo dapat diberikan menjelang dan akhir musim hujan.
f. Kastrasi
Kastrasi adalah pemotongan atau pembuangan secara menyeluruh bunga jangan maupun bunga betina sebelum areal tersebut dipolinasi. Kastrasi dilakukan sejak tanaman mengeluarkan bunga yang pertama (umur 12 bulan setelah tanam) sampai tanaman berumur 33 bulan atau selambat-lambatnya 6 bulan sebelum panen pertama. Kastrasi bertujuan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif dan menghilangkan sumber infeksi hama dan penyakit.
Bunga pertama yang terbentuk hingga 6 bulan sebelum panen, biasanya akan berguguran dan masih kecil-kecil, sebab bagian dari bunga belum sempurna. Bunga tersebut jika dipertahankan untuk menghasilkan buah, sangat tidak efisien, karena buah yang terbentuk memiliki kandungan minyak yang sangat sedikit. Kastrasi dilakukan 1 bulan sekali atau sebanyak 10-12 kali selama masa TBM dengan menggunakan dodos. Dengan melakukan kastrasi yang baik dan benar, diharapkan pada saat panen perdana atau 6 bulan setelah kastrasi terakhir, buah yang dihasilkan memenuhi kriteria panen yang diinginkan sehingga akan menghasilkan rendemen minyak yang tinggi.
g. Penyerbukan buatan
Penyerbukan alami dinilai kurang menguntungkan karena jumlah buah yang dihasilkan lebih sedikit. Mendapatkan tandan dengan ukuran dan jumlah buah yang optimal, harus dilakukan penyerbukan buatan (assisted pollination). Selain itu, dimaksudkan juga membantu penyerbukan alami yang terganggu karena jumlah bunga jantang kurang atau musim hujan yang panjang. Penyerbukan ini dapat dilakukan dengan bantuan manusia atau serangga.
1). Penyerbukan dengan bantuan manusia
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengambilan serbuk sari dari bunga jantan yang segar dan sedang mekar (anthesis) yang ditandai dengan warna yang kuning terang dan bau yang khas. Untuk menghindari kehilangan serbuk sari, sebaiknya bunga jantan yang akan diambil serbuk sarinya ditutup dengan kanton kertas atau kantong plastik, lalu dipotong. Kantong yang berisi potongan bunga jantan tersebut lalu diguncang-guncangkan agar serbuk sari terlepas. Serbuk sari kemudian disaring (saringan 70 mesh) dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 380 C selama 24 jam dengan cara disebarkan di atas kertas setebal 0,65 cm. setelah kering, serbuk sari disimpan dalam alat desiccator yang dilengkapi silica gel yang mengabsorpsi uap air. Serbuk sari yang akan digunakan dicampur dengan talk dengan perbandingan 1:10 dalam puffer.
Penyerbukan dilakukan pada bunga betina yang sedang reseptif dengan tanda putiknya berwarna kuning kemerah-merahan, berlendir, berbau spesifik, dan kelopak bunga bagian atas sudah terbuka. Untuk memudahkan penyerbukan, pembukaan kelopak bunga sampai bawah dapat dibantu dengan alat dari kayu yang ujungnya diberi 2 buah paku. Bagian atas puffer yang berisi serbuk sari ditutup dengan kain kasa agar serbuk sari dapat keluar jika dihembuskan. Selanjutnya, serbuk sari dihembuskan di seluruh bagian bunga betina sampai mencapai kepala putik. Apabila serbuk sari tidak habis pada hari itu, sisanya harus dibuang.
Rotasi penyerbukan buatan untuk tahun pertama dilakukan sekali dalam 3 hari atau 2 kali seminggu. Pada tahun kedua dan ketiga, penyerbukan dilakukan berdasarkan perhitungan bunga jantan yang mekar per hektar setiap minggu. Jika bunga jantan lebih dari tiga buah per hektar, penyerbukan dilakukan dengan rotasi setiap minggu. Jika jumlahnya antara 3-5 buah per hektar, penyerbukan dilakukan berdasarkan pertimbangan iklim atau hujan yang menghalangi pelaksanaan penyerbukan alami. Jika jumlahnya lebih dari 5 buah per hektar, tidak perlu dilakukan penyerbukan buatan sebab bunga jantan dianggap sudah cukup untuk menyerbuk secara alamiah.
Keberhasilan penyerbukan buatan ditentukan oleh kebersihan puffer dan kain kasa penutup botol. Sebaiknya kain kasa penutup botol diganti setiap kali pemakaian. Sebagai langkah terakhir adalah melakukan pengontrolan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penyerbukan. Pengontrolan dapat diketahui dengan mengamati perkembangan warna putik dan bakal bijinya.
2). Penggunaan Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (SPKS)
Serangga penyerbuk kelapa sawit yang paling banyak digunakan dan telah memberikan hasil yang optimal adalah Elaeidobius kameranicus. Serangga tersebut didatangkan dari Kamerun, Afrika dan diperkenalkan pada tahun 1983. Termasuk dalam ordo Coleoptera dengan panjang 4 mm, lebar 1,5 mm, dan berwarna cokelat kehitaman. Pelepasan serangga tersebut di Indonesia antara lain dilakukan di kebun percobaan Sungai Pancur, Pagar Merbau dan Aek Pancur di Sumatera. Berdasarkan beberapa penelitian bahwa jenis serangga tersebut berkembang biak dengan cepat, baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Dapat berimigrasi sampai sejauh 1 km untuk mendapatkan bunga jantan yang sedang beranthesis. Serangga penyerbuk kelapa sawit datang pada bunga betina karena tertarik dengan bau yang dikeluarkan oleh bunga betina. Kemampuan serangga untuk membawa serbuk sari besar sekali dan tanpa disengaja dibawa ke kepala putik. Proses penyerbukan buatan pun akan terjadi. Siklus hidup untuk serangga betina mulai dari telur hingga terbentuk kumbang dewasa adalah 8-21 hari, sedangkan serangga jantan 9-24 hari. Polinasi serangga penyerbuk kelapa sawit dapat dimulai setelah kastrasi terakhir atau 6 bulan sebelum panen pertama. Perlakuan tersebut dapat dilanjutkan secara berkala sampai tanaman berumur 7 tahun. Setelah itu, perkembangan serangga penyerbuk kelapa sawit akan berlangsung sendiri.
Kehadiran serangga penyerbuk kelapa sawit tersebut memberikan dampak yang nyata bagi perkebunan kelapa sawit, diantaranya meningkatkan produksi TBS hingga mencapai 15-20%, susunan buah yang dihasilkan sangat baik dan padat. Begitu pula ukuran, berat tandan, dan rendemen inti mengalami peningkatan menjadi 6-7%. Namun, serangga penyerbuk kelapa sawit juga menimbulkan dampak yang merugikan terutama dapat meningkatkan populasi tikus karena tikus menyukai larva serangga tersebut.
h. Panen Pemanenan Pada Tanaman Kelapa Sawit
Kriteria umum yang digunakan untuk panen adalah 2 grondolan untuk 1 kg tandan buah segar (TBS) pada tanaman berumur 3-5 tahun. Panen yang tepat bertujuan untuk mencapai kandungan minyak yang maksimal. Pemanenan pada buah yang terlalu masak akan meningkatkan Asam Lemak Bebas (ALB), sebab kandungan minyaknya berubah menjadi ALB. Sedangkan buah mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun ALB-nya rendah.
Ada 3 cara panen yang biasa dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman dengan tinggi 2-5 m menggunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan tanaman yang tingginya 5-10 dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak siam. Cara egrek digunakan untuk pemanenan tanaman dengan tinggi di atas 10 m, dengan alat arit bergagang panjang (egrek).
Gambar IV. 2
Pemanenan Hasil Tanaman Kelapa Sawit

B. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit
1. Pengendalian Hama Tanaman Kelapa Sawit
Berbagai jenis hama yang banyak ditemukan di areal perkebunan kelapa sawit serta cara pengendalian dan pemberantasannya adalah sebagai berikut.
a. Ulat Api
Gejalanya helaian daun berlubang atau habis sama sekali, mulai dari daun bagian bawah sehingga hanya tingggal tulang daun. Dalam kondisi yang parah tanaman akan kehilangan daun sekitar 90%. Pada tahun petama setelah serangan dapat menurunkan produksi sekitar 69% dan sekitar 27% pada tahun kedua.
Penyebabnya adalah hama pemakan daun, seperti setora nitens, darna trima, dan ploneta diducta. Larva berupa ulat berwarna hijau dan pada punggungnya terdapat garis putih memanjang dari kepala sampai ujung badan. Ulat ini berukuran panjang 20-25 mm. Punggungnya berbulu kasar kaku dan beracun. Bulu kasar tersebut mengeluarkan cairan dan jika terkena tangan terasa gatal dan panas.
Pada serangan ringan, pengendalian dapat dilakukan dengan mengambil ulat dari daun dan memusnahkannya. Pemberantasan secara kimia dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif triazofos 242 g/l, karbaril 85% dan klorpirifos 200 g/l. Beberapa contoh insektisida tersebut adalah Hostation 25 ULV, Sevin 85 ES atau Dursban. Konsentrasi yang dianjurkan yaitu 0,2-0,3%. Pengendalian secara biologis, yaitu dengan penyebaran virus B. nudaurelia.
b. Penggerek Tandan Buah
Gejalanya buah muda atau tua terlihat berlubang-lubang. Penyebabnya yaitu Ngengat Tirthaba mundella. Berwarna cokelat muda sampai cokelat tua dengan panjang sekitar 4 cm. Hama ini meletakkan telurnya pada tandan buah dan setelah menetas, larva akan melubangi buah kelapa sawit. Ulat memakan putik bunga dan daging buah.
Pengendalian secara kimia menggunakan insektisida, secara biologi dengan penyebaran predator dan lalat parasit.
c. Tikus
Gejalanya pertumbuhan tanaman tidak normal, terutama pada bibit dan tanaman muda. Pada tanaman dewasa yang sudah menghasilkan, terjadi kerusakan tandan buah dan bunga yang masih muda. Pengendalian dengan merusak sarang tikus, pengeroyokan masal, dan memanfaatkan predator atau musuh alami, seperti kucing, ular, dan burung hantu. Secara kimia, dapat menggunakan rodentisida.
d. Nematoda
Gejalanya daun-daun baru yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak. Selanjutnya daun berubah warna menjadi kuning dan mengering. Terjadi pembusukan pada tandan bunga dan tidak membuka, sehingga tidak menghasilkan buah.
Penyebabnya yaitu Nematoda Rhadinaphelenchus cocophilus. Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit. Untuk memberantas sumber infeksi, pohon yang terserang diracun dengan natrium arsenit. Tanaman yang sudah mati dan kering dibongkar kemudian dibakar.
e. Tungau
Menyerang daun bagian bawah terutama pada daun tua. Warna daun akan berubah menjadi perunggu mengkilap. Timbul bintik-bintik dan daun akan mengering. Hama ini menyerang pada pesemaian atau pembibitan.
Penyebabnya adalah tungau merah (oligonychus) yang panjangnya 0,5 mm. Hidup di sepanjang tulang anak daun sambil mengisap cairan daun. Hama ini membahayakan dan berkembang pesat dalam keadaan cuaca kering di musim kemarau.

Cara mengatasinya adalah melakukan penyemprotan dengan akarisida Tedion 75 EC yang mengandung bahan aktif tetradifon 75,2 g/l dengan konsentrasi 0,1-0,2%. Dapat pula disemprot dengan insektisida Perfekthion dengan bahan aktif dimetoat dengan konsentrasi 0,1%.
2. Pengendalian Penyakit Tanaman Kelapa Sawit
a. Jamur Culvularia
Biasanya menyerang saat bibit masih berumur beberapa bulan. Jika serangan parah, daun kering, menggulung, dan rusak. Pengendalian menggunakan fungisida.
b. Busuk Pangkal Batang
Gejalanya daun hijau pucat, daun muda yang terbentuk sedikit. Daun tua layu dan patah pada pelepahnya. Batang menghitam selanjutnya membusuk dengan warna cokelat muda. Akhirnya, bagian atas tanaman berjatuhan dan batangnya roboh.
Pengendalian dengan membongkar dan membakar tanaman yang terserang, di sekitar tanaman dibuat parit, dan tanaman yang belum terserang dibumbun.
c. Busuk Tandan
Gejalanya terdapat meselium berwarna putih pada buah atau pangkal pelepah daun. Pengendalian dengan pembakaran tandan buah yang terserang dan secara kimia dengan penggunaan fungisida.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari keterangan dan uraian di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Cara penanaman dan pemeliharaan pada tanaman kelapa sawit yaitu pertama dengan memilih bibit yang unggul, kemudian lakukan pembibitan pendahuluan atau persemaian bertujuan memperoleh bibit yang rata pertumbuhannya sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Penanaman atau pemindahan bibit ke lahan dilakukan setelah bibit berumur 12-14 bulan karena umur yang tidak tepat dapat menyebabkan kematian. Tinggi bibit yang dianjurkan antara 70-180 cm. Jarak tanam dan susunan penanaman menentukan kerapatan tanaman yang memengaruhi tingkat produktivitas tanaman. Jarak tanam optimal 9 m untuk tanah datar dan 8,7 m untuk tanah bergelombang. Sedangkan susunan tanaman yang paling ekonomis adalah bentuk segitiga sama sisi, sehingga tiap hektar dapat memuat 143 pohon. Sedangkan untuk pemeliharaan atau perawatannya yaitu meliputi penyulaman, penanaman tanaman sela, pemberantasan gulma, pemangkasan, pemupukan, kastrasi, dan penyerbukan buatan.
2. Cara pengendalian hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit yaitu pemberantasan secara kimia dengan menyemprotkan insektisida pada hama ulat api, rodentisida pada hama tikus dan secara biologi dengan penyebaran predatornya. Sedangkan pengendalian penyakit tanaman kelapa sawit yaitu
Jamur Culvularia dengan menggunakan fungisida, busuk pangkal batang pengendaliannya dengan membongkar dan membakar tanaman yang terserang di sekitar tanaman dibuat parit, dan busuk tandan pengendalian dengan pembakaran tandan buah yang terserang dan secara kimia dengan penggunaan fungisida.

B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Sebelum membudidayakan tanaman kelapa sawit terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan baik dari faktor iklim, curah hujan, kelembapan udara dan angin serta tanah. Karena hal tersebut dapat mempengaruhi hasil produksi tanaman kelapa sawit. Apabila dinilai layak atau baik, maka budi daya tanaman kelapa sawit dapat dilakukan.
2. Untuk memberantas hama dan penyakit tanaman kelapa sawit perlu dilakukan tindakan preventif atau pencegahan sedini mungkin. Karena dapat mengurangi resiko yang lebih besar dari dampak yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Ariyantoro, Hadi. 2006. Budi Daya Tanaman Perkebunan. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.
Fauzi, Yan, dkk. 2006. Kelapa Sawit: Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Mustafa Hadi, M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Pahan, Iyung. 2008. Panduan Teknis Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta: PT Indopalma Wahana Hutama.
Sastrosayono, Selardi. 2008. Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Sunarko. 2008. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Www.kompas.com diakses pada tanggal 30 Oktober 2008.
Www.riaupos.com diakses pada tanggal 23 Oktober 2008.
Www.sawitwatch.or.id diakses pada tanggal 23 Oktober 2008.
Www.walhi.or.id diakses pada tanggal 23 Oktober 2008.
Www.wordpress.com diakses pada tanggal 30 Oktober 2008.

0 komentar:

Posting Komentar